Sabtu, 20 Maret 2010

FARMAKOEKONOMI DI MASA DEPAN

DOWNLOAD

Pengertian Farmakoekonomi
Farmakoekonomi adalah studi yang mengukur dan membandingkan antara biaya dan hasil/konsekuensi dari suatu pengobatan. Tujuan farmakoekonomi adalah untuk memberikan informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam menentukan pilihan obat yang akan digunakan. Farmakoekonomi dapat diaplikasikan baik dalam skala mikro -misalnya dalam menentukan pilihan terapi untuk seorang pasien untuk suatu penyakit, maupun dalam skala makro -misalnya dalam menentukan obat yang akan disubsidi atau yang akan dimasukkan ke dalam formularium.

Seiring dengan berkembangnya pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh apoteker di berbagai belahan dunia, maka ruang lingkup farmakoekonomi juga meliputi studi tentang manfaat pelayanan farmasi klinik secara ekonomi. Hasil studi semacam ini bisa dimanfaatkan untuk menjustifikasi apakah suatu bentuk pelayanan farmasi klinik dapat disetujui untuk dilaksanakan di suatu unit pelayanan, ataukah suatu pelayanan farmasi klinik yang sudah berjalan dapat terus dilanjutkan.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya menjadikan pelayanan kesehatan lebih efisien dan ekonomis ditantang untuk mampu melakukan penilaian menyeluruh terhadap suatu obat baik dari segi efektifitas obat maupun dari segi nilai ekonomisnya. Untuk itu diperlukan bekal pengetahuan tentang prinsip-prinsip farmakoekonomi dan keterampilan yang memadai dalam melakukan evaluasi hasilstudifarmakoekonomi.

Metode-metode dalam farmakoekonomi
Metode-metode analisis yang digunakan dalam farmakoekonomi meliputi: Cost-minimization analysis, Cost-effectiveness analysis, Cost-Utility analysis dan Cost-benefit analysis.
Metode Cost-minimization analysis (CMA) membandingkan biaya total penggunaan 2 atau lebih obat yang khasiat dan efek samping obatnya sama (ekuivalen). Karena obat-obat yang dibandingkan memberikan hasil yang sama, maka CMA memfokuskan pada penentuan obat mana yang biaya per-harinya paling rendah.
Metode yang paling sering dilakukan adalah Cost-effectiveness analysis (CEA). Metode ini cocok jika terapi yang dibandingkan memiliki hasil terapi (outcome) yang berbeda. Metode ini digunakan untuk membandingkan obat-obat yang pengukuran hasil terapinya dapat dibandingkan. Sebagai contoh, membandingkan dua obat yang digunakan untuk indikasi yang sama tetapi biaya dan efektifitasnya berbeda. CEA mengubah biaya dan efektifitas ke dalam bentuk ratio. Ratio ini meliputi cost per cure (contoh: antibiotika) atau cost per year of life gained (contoh: obat yang digunakan pada serangan jantung). Pada saat membandingkan dua macam obat, biasanya digunakan pengukuran incremental cost-effectiveness yang menunjukkan biaya tambahan (misalkan, per cure atau per life saved) akibat digunakannya suatu obat ketimbang digunakannya obat lain. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat tersebut baik untuk dipilih, sebaliknya jika biaya tambahannya sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik untuk dipilih.
Metode lain adalah Cost-Utility analysis (CUA). Metode ini dianggap sebagai subkelompok CEA karena CUA juga menggunakan ratio cost-effectiveness, tetapi menyesuaikannya dengan skor kualitas hidup. Biasanya diperlukan wawancara dan meminta pasien untuk memberi skor tentang kualitas hidup mereka. Hal ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sudah dibakukan, sebagai contoh digunakan skala penilaian (0= kematian; 10= kesehatan sempurna). Quality-adjusted life years (QALYs) merupakan pengukuran yang paling banyak digunakan.
Metode Cost-Benefit analysis (CBA) mengukur dan membandingkan biaya penyelenggaraan 2 program kesehatan dimana outcome dari kedua program tersebut berbeda (contoh: cost-benefit dari program penggunaan vaksin dibandingkan dengan program penggunaan obat antihiperlipidemia). Pengukuran dapat dilakukan dengan menghitung jumlah episode penyakit yang dapat dicegah, kemudian dibandingkan dengan biaya kalau program kesehatan dilakukan. Makin tinggi ratio benefit:cost, maka program makin menguntungkan. Metode ini juga digunakan untuk meneliti pengobatan tunggal. Jika rationya lebih dari 1, maka pengobatan dianggap bermanfaat karena ini berarti manfaatnya lebih besar dari biayanya. CBA merupakan analisis yang paling komprehensif dan sulit untuk dilakukan. Berbeda dengan CEA yang menggunakan efek terapeutik sebagai outcome atau CUA yang menggunakan kualitas hidup, maka CBA menggunakan nilai uang dalam mengukur benefit, sehingga dapat menimbulkan perdebatan, sebagai contoh: berapa nilai uangsebuahkualitashidupseseorang?


Aplikasi hasil studi farmakoekonomi
Farmakoekonomi tidak hanya penting bagi para pembuat kebijakan di bidang kesehatan saja, tetapi juga bagi tenaga kesehatan (dokter, apoteker), industri farmasi, perusahaan asuransi dan bahkan pasien, yang masing-masing mempunyai kebutuhan dan cara pandang yang berbeda. Bagi pembuat kebijakan, farmakoekonomi dapat dimanfaatkan untuk: memutuskan apakah suatu obat layak dimasukkan ke dalam daftar obat yang disubsidi, memilih program pelayanan kesehatan dan membuat kebijakan-kebijakan strategis lain yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Di tingkat rumah sakit, data farmakoekonomi dapat dimanfaatkan untuk memutuskan apakah suatu obat bisa dimasukkan ke dalam formularium rumah sakit, atau sebaliknya, suatu obat harus dihapus dari formularium rumah sakit karena tidak cost-effective dibandingkan obat lain. Selain itu juga dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun pedoman terapi, obat mana yang akan digunakan sebagai obat lini pertama dan lini berikutnya. Bagi tenaga kesehatan, farmakoekonomi berperan untuk membantu pengambilan keputusan klinik dalam penggunaan obat yang rasional, karena penggunaan obat yang rasional tidak hanya mempertimbangkan dimensi aman-berkhasiat-bermutu saja, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai ekonominya. Sedangkan industri farmasi berkepentingan dengan hasil studi farmakoekonomi untuk berbagai hal, antara lain: penelitian dan pengembangan obat, penetapan harga, promosi dan strategi pemasaran. Di Australia dan Kanada, hasil studi farmakoekonomi menjadi bahan pertimbangan utama dalam mengevaluasi suatu obat baru yang akan dimasukkan ke dalam daftar obat yang disubsidi pemerintah. Kebijakan ini juga sudah mulai diikuti oleh negara-negara di Eropa. Di Amerika Serikat, beberapa perusahaan asuransi melakukan studi farmakoekonomi sendiri dan tidak tergantung dari hasil studi yang dilakukan industri farmasi.
Apoteker dengan pengetahuannya yang mendalam tentang obat, selayaknya memiliki pengetahuan pula tentang prinsip-prinsip farmakoekonomi, dan akan lebih baik lagi jika mempunyai keterampilan yang memadai dalam mengevaluasi hasil studi farmakoekonomi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar